Ada Luka yang Tidak Berdarah, tapi menetes dalam pemahaman
Tidak semua luka terlihat.
Ada yang hidup di balik senyum,
ada yang bersembunyi di antara kalimat tenang.
Ia tidak memercik darah, tidak menuntut perhatian,
tapi menetes perlahan di dalam ruang paling sunyi dari pemahaman.
Luka semacam ini bukan hasil benturan tubuh,
melainkan benturan makna
ketika kenyataan tidak sesuai dengan yang kita bayangkan,
ketika kejujuran terasa lebih menyakitkan daripada kebohongan yang manis,
ketika “mengerti” justru menjadi sumber perih yang baru.
Kita sering mengira pemahaman membawa kedamaian,
padahal kadang ia membawa luka yang lebih dalam dari kehilangan.
Sebab setiap kali kita benar-benar mengerti,
ada bagian dari diri yang harus gugur:
prasangka, keyakinan, atau kepolosan yang tak bisa kembali.
Namun dari luka itu pula lahir kesadaran.
Kesadaran bahwa hidup bukan sekadar tentang bahagia,
tapi tentang menanggung arti tanpa kehilangan arah.
Bahwa memahami berarti rela terluka,
karena di sanalah jiwa benar-benar tumbuh.
Maka biarlah luka itu tetap diam,
menetes perlahan di dalam pemahaman
sebagai pengingat,
bahwa kedalaman jiwa selalu dibayar dengan sedikit rasa sakit.
Posting Komentar untuk "Ada Luka yang Tidak Berdarah, tapi menetes dalam pemahaman"